Semua Ada Disini

Sejarah El-Clasico Barcelona vs Real Madrid

Senin, 16 Februari 2015
PERMUSUHAN antara Barcelona dan Real Madrid bermula pada masa Franco. Siapa Franco? Dia adalah seorang Jenderal yang menjadi penguasa diktator di Spanyol pada tahun 1930-an. Barcelona, sampai sekarang, adalah ibukota dari Provinsi Catalonia (Catalunya), yang sebagian besar penduduknya adalah dari suku bangsa Catalan dan Basque.



Bagi rakyat Catalan, ada istilah semacam ‘El Barca Es Mas Que Un Club (Barca bukan hanya sekedar klub), namun lebih dari itu. Barcelona merupakan cerminan dari dendam ‘pemberontakan’ dan perjuangan social-politik kaum tertindas, terpinggirkan, terjajah di sebuah wilayah kekuasaan yang bernama kerajaan Spanyol.



Gambaran perlawanan yang paling jelas adalah kalimat ‘Catalonia is Not Spain’ yang selalu menghiasi spanduk fans Barcelona ketika kesebelasan kesayangan mereka bertanding-hadapan melawan Real Madrid, yang sudah sejak tahun 1930-an, pada zaman Jenderal Franco yang kejam, merupakan klub favorit pemerintah Spanyol.
Jenderal Franco melarang penggunaan bendera dan bahasa daerah Catalan. FC Barcelona kemudian menjadi satu-satunya tempat dimana sekumpulan besar orang dapat berkumpul dan berbicara dalam bahasa daerah mereka. Oleh sebabnya, setiap laga El-Clasico pendukung Barca terlihat kerap membawa bendera Catalonia (biru, kuning dan merah-marun) sebagai bendera mereka, bukan bendera nasional Spanyol pada umumnya.
El Clasico bisa diartikan sebagai laga klasik. Hal ini disebabkan sejarah panjang perseteruan panjang kedua klub. Persaingan bukan hanya terkait gengsi kemenangan di atas lapangan hijau saja melainkan juga terkadang bernuansa politis. 
Pada tahun 1936, Jenderal Franco kemudian bertindak lebih jauh. Josep Suol, Presiden Barcelona waktu itu, dibunuh oleh pihak militer dan sebuah bom dijatuhkan di FC Barcelona Social Club pada tahun 1938. 
Di lapangan sepakbola, titik nadir permusuhan ini terjadi pada tahun 1941 ketika para pemain Barcelona diinstruksikan (dibawah ancaman militer) untuk kalah dari Real Madrid. 

Barcelona kalah dan gawang mereka kemasukan 11 gol dari Real Madrid. Sebagai bentuk protes, Barcelona bermain serius dalam 1 serangan dan mencetak 1 gol. Skor akhir 11-1, dan 1 gol itu membuat Franco kesal. Kiper Barcelona kemudian dijatuhi tuduhan apengaturan pertandingan dan dilarang untuk bermain sepakbola lagi seumur hidupnya.
Bukan rahasia jika duel Madrid kontra Barcelona ibarat perang antara pemerintah dengan pemberontak. Madrid simbol dari negara Spanyol sedangkan Barcelona mewakili bangsa Catalan yang ingin merdeka.

Tak heran jika di Catalunya, Barcelona dianggap bukan hanya sebuah klub, namun lebih sebagai simbol perjuangan rakyat Catalan. Sementara Spanyol juga tidak mau kalah dengan mengusung El Real sebagai simbol hegemoni mereka.

Sejak tahun 1929, kedua tim sudah bertemu di 224 pertandingan kompetitif. Dan Madrid sukses memenangi 90 di antaranya. Sementara Barcelona meraih 86 kemenangan dengan sisanya, 48 pertandingan berakhir imbang,

Dalam sejarahnya, Madrid pernah mengalahkan Barcelona dengan skor telak 11-1 pada 13 Juni 1943. Ini kemenangan terbesar Madrid di El Clasico. Namun banyak yang percaya kemenangan ini karena intimidasi yang dilakukan jendral Spanyol, Fransisco Franco terhadap para pemain Barca.

Sementara itu kemenangan terbesar Barcelona tercipta di El Clasico 24 September 1950. Kala itu, Blaugrana sukses menjungkalkan Madrid dengan skor telak 7-2. Barcelona juga tercatat pernah empat kali menang telak 5-0 atas Madrid. 


Baik pelatih Real Madrid maupun pelatih Barcelona ketika menghadapi el classico akan merasa seperti membawa sepasukan 'serdadu' perang, bukan sebuah 'kesebelasan' sepak bola, karena begitu besarnya kehormatan yang dipertaruhkan.


Demikian juga pertaruhan bagi pelatih, karena ketika dia diangkat sebagai pelatih seolah sudah ada beban yang diberikan oleh klub: "Anda boleh kalah dari siapa saja di liga ini, tapi jangan sampai kalah dari Real Madrid...," 

Meski begitu di dalam lapangan, peperangan ini sepanjang sejarahnya selalu berlangsung dalam sportifitas yang tinggi, karena sportifitas pun merupakan satu bentuk kehormatan yang harus dijaga. Ini soal nama baik.



Transfer pemain adalah salah satu bentuk perang di luar lapangan. Dalam hal ini, perpindahan pemain dari Barcelona ke Real Madrid (maupun sebaliknya) akan dianggap sebagai sebuah bentuk pengkhianatans Figo mungkin adalah salah seorang yang paling mengerti mengenai hal ini. 
Direkrut oleh Barcelona pada tahun 1996, pemain Portugal yang kala itu bukan siapa-siapaa tersebut kemudian menemui masa-masa jayanya. Barcelona memberinya peranan signifikan sebagai sayap kanan tim, dan bersama Rivaldo membawa Barcelona berjaya pada akhir tahun 1990an.



Akan tetapi, pada tahun 2001, dunia tersentak ketika Figo menerima tawaran Real Madrid dengan iming-iming gaji dua kali lipat dan nilai transfer yang ketika itu menjadi rekor pembelian termahal seorang pemain sepak bola.

Nilai itu melebihi batas klausul transfer Figo, sehingga Barcelona harus menerima tawaran tersebut berdasarkan aturan Bosman. Meski begitu, transfer itu tetap tidak akan terjadi seandainya Figo secara pribadi tidak menerima tawaran Real Madrid. Toh akhirnya Figo berkhianat.

Dalam duel el classico tahun berikutnya, ketika pertandingan dilangsungkan di stadio Nou Camp (kandang Barcelona), Figo menerima sambutan monumental yang mungkin tidak akan dilupakannya seumur hidup.


Seorang pendukung Barcelona di tengah-tengah pertandingan berhasil menerobos pagar petugas keamanan, sambil memakai bendera Barcelona sebagai jubah, kemudian berlari ke arah Figo membawa sebuah hadiah istimewa, yakni: Sebuah kepala babi, lengkap dengan darah masih menetes dari lehernya. Ia kemudian melemparkan bendera Barcelona dan kepala babi itu ke arah Figo.


Figo sendiri hanya terdiam menunduk beberapa saat, lalu berjalan menjauh. Entah apa yang ada dalam pikirannya saat itu, karena ia tahu kepala babi itu adalah simbol keserakahan dan pengkhianatan.

Dalam hal prestasi, Real Madrid memang masih di atas Barcelona. Jarak prestasi itu terjadi terutama pada tahun 1950-1970an, ketika Real Madrid menjadi anak emas Franco dan memiliki kekuatan finansial jauh diatas Barcelona untuk membeli bintang-bintang sepakbola nan bersinar dari seluruh dunia dan tradisi itu masih berlanjut hingga sekarang.
Comments
0 Comments

0 komentar: